Powered By Blogger

Jumat, 25 Maret 2016

Abstract

    Ratih Risnawati, NIM 1111013000001. “Social Critic in Novel Entitled Dari Tanah Tepi by Wisran Hadi and The Implication on Indonesian Language and Literature Learning.” Department of Indonesian Language and Literature Education. Faculty of Tarbiya and Teaching Science. Syarif Hidayatullah State Islamic University. Jakarta. Supervisor: Ahmad Bahtiar, M.Hum. 
    Novel entitled Dari Tanah Tepi by Wisran Hadi is novel about a trip to the Holy City of Mecca with all the trials that passed. Besides that, this novel reveals social critic delivered which the author through this literature. The study approach is sociology of literature, examines the relationship between literature and society, how those relationship happens and its impact. This study is conducted to identify the intrinsic element of a novel and to reveal the social critic in novel and find the study implication for the learning of Indonesian Language and Literature. 
    Critic in this novel is to reflect the social life of Indonesian Muslims in general, they who cannot differentiate which is included in Islamic teachings and which is Arab culture. Besides that, general criticism in daily life, such as critic Indonesian false, simple way of thinking, includes a mosque used as place to sleep, the usage of mosque loudspeaker, the undemocratic way of praying, make tomb sacred, exaggerating their status as Hajj. 
    Intrinsic analysis and social critic in novel entitled Dari Tanah Tepi can be implicate on the learning of Indonesian Language and Literature Senior High School/Madrasah Aliyah class XI, with the standard of competency to understand the structures and rules of the novel text both written or orally and analyze novel text both written and orally. Students can analyze novel text either written or orally and explore a positive values contained in this novel. 


Keywords: Critic, Social, Novel, Implications

My Graduet

Harta yang paling berharga yang kumiliki. Mereka ibu dan bapak, yang tiada henti hentinya mendoakan, memberikan dukungan baik material maupun moral serta kasih sayang yang tulus menjadi kekuatan dan penyemangat hingga akhirnya bisa kuselesaikan pendidikan strata satu ini dengan baik.


Wisuda-99 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Senin, 07 September 2015

Pengelolaan Kelas: “Pengaruh Positif Lingkungan Fisik terhadap Keberhasilan Tujuan Pembelajaran”



Suasana belajar yang kondusif merupakan kunci dan pendorong yang dapat memberikan daya tarik tersendiri dalam proses pembelajaran. Begitupun sebaliknya, suasana yang kurang kondusif atau kurang menyenangkan akan menimbulkan rasa bosan dan kejenuhan. Untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif diperlukan berbagai fasilitas belajar, seperti: ruang kelas, perabot, dan alat pembelajaran. Suasana belajar yang menyenangkan akan membangkitkan semangat dan menumbuhkan aktivitas serta kreativitas peserta didik. Jadi di dalam pengelolaan kelas yang menjadi pendorong dalam membangkitkan samangat dari proses pembelajaran salah satunya yaitu suasana belajar yang kondusif atau menyenangkan. Hal ini mengharuskan guru seterampil mungkin untuk menciptakan kondisi yang menyenangkan dalam proses belajar mengajar.
Agar tercipta suasana belajar yang menyenangkan, perlu diperhatikan pengaturan dan penataan ruang kelas. Dalam penyusunan dan pengaturan ruang belajar yang perlu diperhatikan: Ukuran dan bentuk kelas, bentuk serta ukuran bangku dan meja siswa, jumlah siswa dalam kelas.[1] Dalam pengelolaan kelas ini, yang menjadi objeknya adalah peserta didik. Hal ini menitik beratkan bagaimana cara guru dalam mengatur dan mengurus kelas dengan objek yang dikelolanya itu adalah peserta didik. Yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas, yaitu ruang belajar, pengaturan sarana belajar, susunan tempat duduk, penerangan, pemanasan sebelum masuk ke materi yang akan dipelajari dan bina suasana dalam pembelajaran.
Lingkungan fisik tempat belajar yang menyenangkan dan memenuhi syarat minimal dapat mendukung meningkatnya intensitas proses pembelajaran dan mempunyai pengaruh positif terhadap keberhasilan tujuan pembelajaran.[2] Jadi lingkungan fisik tempat belajar mempunyai pengaruh penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Lingkungan fisik kelas berkaitan dengan penciptaan lingkungan yang baik dengan mendesain tempat duduk siswa agar  tercipta suasana kelas yang mendorong peserta didik belajar dengan baik. Pendidik  hendaknya mampu menciptakan lingkungan kelas yang membantu perkembangan peserta didik dengan
memotivasi dan menciptakan suasana kelas yang sehat. Sebuah lingkungan kelas hendaknya mencerminkan kepribadian pendidik, perhatian dan penghargaan kepada peserta didik.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam pembentukan lingkungan fisik kelas adalah: lingkungan kelas harus bersih dan sehat (karena kebersihan kelas berpengaruh pada kesehatan peserta didik), kelas seharusnya menjadi tempat yang menyenangkan dan indah, tanggung jawab keadan fisik kelas ditanggung bersama, lingkungan fisik kelas harus mengandung unsur kesehatan. Lingkungan fisik meliputi:
Ruang tempat berlangsung proses belajar mengajar
Besarnya ruang kelas disesuaikan dengan jumlah peserta didik yang melakukan kegiatan dan memungkinkan semua siswa dapat bergerak leluasa tidak berdesak-desakan. Desainlah ruang kelas dengan berbagai hiasan yang mempunyai nilai pendidikan, agar para peserta didik tidak bosan ketika sedang di dalam kelas, melainkan merasa nyaman dengan ruang kelasnya. Seperti memasang poster yang berisikan kata-kata mutiara pendidikan yang memotivasi, poster-poster para pahlawan, dan hiasan bunga gantung.
Untuk pemeliharaan kebersihan kelas dapat dilakukan dengan cara membuat jadwal piket. Peserta didik secara bergiliran untuk membersihkan kelas. Setiap hari, pendidik memeriksa kebersihan dan ketertiban dikelas. Sedangkan untuk penataan keindahan ruang kelas dapat dilakukan dengan cara: memasang hiasan dinding yang mempunyai nilai edukatif. Contohnya   memasang Burung Garuda, Teks   Proklamasi, Slogan Pendidikan, poster Para Pahlawan, Peta atau globe. Mengatur tempat duduk peserta didik, lemari, rak buku secara rapi.  Dan merapikan meja pendidik dengan memakai taplak meja dan vas bunga.
Pengaturan tempat duduk
Pengaturan tempat duduk akan mempengaruhi kelancaran proses belajar mengajar. Dalam pengaturan tempat duduk, pentingnya memberikan jarak antar deret tempat duduk supaya tiap peserta didik tidak duduk berdesak-desakan. Dalam kegiatan belajar mengajar, peserta didik memerlukaan tempat duduk yang nyaman dipakai. Maksudnya kursi dan meja yang layak pakai, bukan kursi dan meja yang sudah reot. Dengan begitu mereka dapat berkonsentrasi terhadap kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung.
Pengaturan tempat duduk pendidik harus lebih tinggi dari tempat duduk peserta didik, agar setiap kegiatan yang dilakukan peserta didik dapat terawasi oleh pendidik. Merolling tempat duduk juga penting untuk melatih penglihatan peserta didik pada papan tulis, juga agar setiap peserta didik yang satu dengan yang lainnya lebih akrab. Sehingga dalam satu tahun mereka dapat duduk berganti-gantian dengan teman-teman satu kelasnya, tidak dengan yang itu-itu saja.
Ventilasi, gordeng dan pengaturan cahaya
Pengaturan ventilasi, gordeng dan cahaya dalam proses pembelajaran penting sekali. Di mana ketika proses belajar mengajar ventilasi atau jendela lebih baik dibuka, agar ruang kelas tidak pengap. Sistem ventilasi yang kacau dapat menurunkan konsentrasi siswa. Begitupun dengan gordeng, jangan sampai ketika proses belajar mengajar berlangsung gordeng tidak dibuka, itu akan menimbulkan ruang kelas menjadi panas. Pada akhirnya dapat menimbulkan ketidak nyamanan peserta didik berada di dalam ruang kelas. Pengaturan cahaya juga penting, sebaiknya lampu dinyalakan agar semakin terang. Hingga peserta didik dapat melihat dengan jelas materi yang telah ditulis guru di papan tulis.
Kondisi-kondisi yang perlu diperhatikan di dalam ruang kelas adalah : Ada ventilasi yang sesuai dengan ruangan kelas, sebaiknya tidak merokok, pengaturan cahaya perlu diperhatikan, cahaya yang masuk harus cukup dan masuknya dari arah kiri, jangan berlawanan dengan bagian depan.[3]
Pengaturan penyimpanan barang-barang
Di dalam kelas seharusnya ada lemari atau rak buku sebagai tempat menyimpanan buku-buku pelajaran, pedoman kurikulum, dan alat peraga yang menunjang pembelajaran. Jadi ketika akan digunakan, peserta didik lebih mudah mencarinya jika sudah ada tempatnya di dalam kelas. Sehingga waktu belajar peserta didik tidak terbuang percuma.


[1] Djamarah, Syaiful Bahri. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta: Rineka Cipta, 1996),  hlm 227
[2] Abdul Majid. Perencanaan Pembelajaran: Pengembangan Kompetensi Guru. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hlm 167
[3] Hery Hernawan, Asep. Pengelolaan Kelas. (Bandung: UPI PRESS, 2006), hlm  9  

Kamis, 20 Agustus 2015

"Surat Cinta" Karya W.S Rendra (analisis puisi)



Analisis Puisi “Surat Cinta” Karya W.S Rendra
Oleh
Ratih Risnawati

Puisi adalah salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata, rima, dan irama sebagai media penyampaian untuk membuahkan ekspresi, ilusi dan imajinasi. Dalam sebuah puisi, keindahan ilusi, penataan unsur bunyi  merupakan gambaran dari gagasan penyairnya.
Begitu pun dengan W.S Rendra, dalam khazanah puisi Indonesia mutakhir ia dikenal sebagai peletak tonggak dua tradisi penting: peletak tradisi puisi-puisi protes sosial yang lugas dan cerdas berbingkai keindahan bahasa yang terjaga dan juga dikenal sebagai pelopor baru dunia drama. Rendra tidak jarang membingkai karya-karyanya dengan aroma cinta yang mempesona.
Dalam menganalisis sebuah puisi menggunakan pendekatan objektif, sudah tentu unsur intrinsik yang membentuknya berbeda dengan unsur intrinsik yang membentuk karya sastra prosa. Unsur intrinsik yang membentuk puisi, di antaranya tema, amanat, diksi, nada dan suasana, gaya bahasa, pengimajian dan tifografi. Untuk itu, Saya akan menganalisis puisi “Surat Cinta” yang merupakan salah satu puisi W.S Rendra yang terkumpul dalam antologi Empat Kumpulan Sajak tahun 1969.
Surat Cinta
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur mainan
anak-anak peri dunia yang gaib.
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah
Wahai, Dik Narti,
aku cinta kepadamu!
                                 
Kutulis surat ini
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan dalam kolam
bagai dua anak nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor
serta menggetarkan bulu-bulunya.
Wahai, Dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku!

Kaki-kaki hujan yang runcing
menyentuhkan ujungnya di bumi.
Kaki-kaki cinta yang tegas
bagai logam berat gemerlapan
menempuh ke muka
dan tak’kan kunjung diundurkan.

Selusin malaikat
telah turun
di kala hujan gerimis.
Di muka kaca jendela
mereka berkaca dan mencuci rambutnya
untuk ke pesta.
Wahai, Dik Narti,
dengan pakaian pengantin yang anggun
bung-bunga serta keris keramat
aku ingin membimbingmu ke altar
untuk dikawinkan.

Aku melamarmu.
Kau tahu dari dulu:
tiada lebih buruk
dan tiada lebih baik
daripada yang lain
penyair dari kehidupan sehari-hari,
orang yang bermula dari kata
kata yang bermula dari
kehidupan, pikir dan rasa.



Semangat kehidupan yang kuat
bagai berjuta-juta jarum alit
menusuki kulit langit:
kantong rejeki dan restu wingit.
Lalu tumpahlah gerimis.
Angin dan cinta
mendesah dalam gerimis.
Semangat cintaku yang kuat
bagai seribu tangan gaib
menyebarkan seribu jarring
menyergap hatimu
yang selalu tersenyum padaku.

Engkau adalah putri duyung
tawananku.
Putri duyung dengan suara merdu lembut
bagai angin laut,
mendesahlah bagiku!
Angin mendesah
selalu mendesah
dengan ratapnya yang merdu.
Engkau adalah putri duyung
tergolek lemas
mengejap-ngejapkan matanya yang indah
dalam jaringku.
Wahai, Putri Duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
karena langit
gadis manja dan manis
menangis minta mainan.
Dua anak lelaki nakal bersenda gurau dalam selokan
dan langit iri melihatnya.
Wahai, Dik Narti,
kuingin dikau
menjadi ibu anak-anakku!
(Empat Kumpulan Sajak, 1969). 

Melihat pada setiap bait demi bait puisi “Surat Cinta” ini dapat ditarik simpulan, Tema puisi ini menceritakan perjalanan kisah cinta sang penyair dengan wanita pujaannya (Dik Narti) mulai dari mengagumi, mengutarakan cinta kemudian melamar sampai menikahi. Hal itu dapat dilihat pada penggalan bait-bait  berikut.
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur mainan
anak-anak peri dunia yang gaib.
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah
Wahai, Dik Narti,
aku cinta kepadamu!
.................................
Wahai, Putri Duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu
Pada bait di atas menggambarkan perasaan cinta yang kuat penyair kepada Dik Narti, dengan mengutarakan kejujurannya bahwa ia mencintai Dik Narti. Pada bait selanjutnya menggambarkan bahwa si penyair memilih Dik Narti dan berniat untuk melamarnya pada kata: /aku menjaringmu/ aku melamarmu/. Sampai ia ingin menikahi Dik Narti seperti terlihat pada bait-bait berikut.
Wahai, Dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku!
..............................
Wahai, Dik Narti,
kuingin dikau
menjadi ibu anak-anakku!
Kutipan di atas menggambarkan penyair sampai pada menikahi Dik Narti dan berharap Dik Narti menjadi ibu dari anak-anaknya.
Dalam puisi “Surat Cinta” tersebut jelas tergambar bagaimana kisah cinta seorang penyair dengan Dik Narti mulai dari awal mengagumi yang terdapat pada tiap bait puisi, hingga ia menikah yang terdapat pada tiap-tiap bait dalam puisi tersebut.
Kekuatan cinta tergambar dahsyat dalam puisi ini, untuk itu Amanat dalam puisi ini adalah karena begitu dahsyatnya kekuatan cinta, sehingga dalam realitas kehidupan sering kali cinta menjadi pemicu tragedi sosial, maka dari itu penting untuk disadari bahwa cinta memang bermata dua.  
Diksi yang digunakan sangat cermat, mulai dari urutan kata serta kekuatan magis dari kata-kata tersebut, sehingga menghasilkan puisi yang memiliki keindahan mempesona dengan keromantisannya. Seperti terlihat pada bait-bait berikut.
........................
Engkau adalah putri duyung
tawananku.
Putri duyung dengan suara merdu lembut
bagai angin laut,
mendesahlah bagiku!
Angin mendesah
selalu mendesah
dengan ratapnya yang merdu.
Engkau adalah putri duyung
tergolek lemas
mengejap-ngejapkan matanya yang indah
dalam jaringku.
Wahai, Putri Duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu
Dari kutipan puisi “Surat Cinta” di atas, menggambarkan pemilihan diksi yang bersifat konotatif, artinya memiliki kemungkinan kata yang lebih dari satu. Selain itu pemilihan diksi terlihat romantis yang mampu memberikan efek keindahan bagi pembaca. Pemilihan diksi yang romantis tersebut sesuai dengan tema puisi ini, yaitu mengenai perjalanan kisah cinta sang penyair (Rendra) dengan wanita pujaannya (Dik Narti).
            Begitu pun dengan nada dan suasana dalam puisi ini, tiap bait-baitnya tergambar dan terasakan betapa besarnya cinta si penyair terhadap Dik Narti. Dari bait pertama sampai bait terakhir penyair secara lugas menceritakan bagaimana perasaannya yang mendatangkan kebahagiaan mencintai Dik Narti.
            “Surat Cinta” sebagai pembuka antologi Empat Kumpulan Sajak merupakan sebuah puisi romantis yang dibungkus dengan gaya bahasa yang kuat, permainan bunyi yang rapi, dan metafora yang mempesona. Puisi yang diawali dengan larik-larik yang kental dengan permainan bunyi. Hal ini dapat terlihat dalam bait pertama: //Kutulis surat cinta ini/ kala hujan gerimis/ bagai tambur mainan/ anak-anak peri dunia yang gaib./ Dan angin, mendesah/ mengeluh dan mendesah./ Wahai, Dik Narti,/
Kutipan di atas terlihat menggunakan gaya bahasa personifikasi dan asosiasi dengan citraan visual yang kental dengan kekuatan berimaji. Hujan gerimis yang secara umum biasanya mencitrakan keadaan yang kurang menyenangkan, tetapi dalam larik-larik puisi di atas justru oleh Rendra diasosiasikan sebagai “bunyi tambur mainan” dari anak-anak peri yang gaib. Diikuti dengan gaya bahasa personifikasi, di mana angin seolah-olah dapat mendesah dan mengeluh seperti manusia.
Pada bait kedua, Rendra masih menggunakan gaya bahasa personifikasi dan asosiasi untuk melukiskan citraan visual (latar peristiwa yang mempesona). Terlihat dalam bait berikut. /kala langit menangis/ dan dua ekor belibis/ bercintaan dalam kolam/ bagai dua anak nakal/ jenaka dan manis/ mengibaskan ekor/ serta menggetarkan bulu-bulunya/. Mempertajam peristiwa romantik yang dialami aku lirik dalam puisi ini.
Pada bait ketiga, dipersonifikasi-asosiasikan sebagai makhluk hidup yang memiliki kaki-kaki yang tegas seperti logam berat gemerlapan: //Kaki-kaki hujan yang runcing menyentuhkan ujungnya dibumi./ Kaki-kaki cinta yang tegas/ bagai logam berat gemerlapan/ menempuh ke muka/ dan tak’kan kunjung diundurkan.//
Pada bait keempat tergambar gaya bahasa hiperbola. Kekuatan cinta aku lirik telah direstui oleh malaikat yang berjumlah lusinan. Hal ini terlihat dalam kutipan bait berikut.
Selusin malaikat
telah turun
di kala hujan gerimis.
Di muka kaca jendela
mereka berkaca dan mencuci rambutnya
untuk ke pesta.
Wahai, Dik Narti,
dengan pakaian pengantin yang anggun
bunga-bunga serta keris keramat
aku ingin membimbingmu ke altar
untuk dikawinkan.                            
Kutipan di atas menggambarkan kekuatan cinta aku lirik dilebih-lebihkan seolah disaksikan oleh lusinan malaikat yang siap mengiring pesta perkawinan dan dituntun kekasihnya ke langit untuk menjalankan perkawinan suci.
Demikian juga pada bait keenam tergambar gaya bahasa metafora-hiperbola. Kekuatan cinta yang dapat mengalirkan semangat kehidupan yang kuat mampu mengirimkan berjuta jarum ke langit sehingga melahirkan hujan sebagai pertanda restu langit yang suci. Terlihat dalam kutipan bait berikut. // Semangat kehidupan yang kuat/ bagai berjuta-juta jarum alit/ menusuki kulit langit:/ kantong rejeki dan restu wingit./ Lalu tumpahlah gerimis./ Angin dan cinta/ mendesah dalam gerimis./ Semangat cintaku yang kuat/ bagai seribu tangan gaib/ menyebarkan seribu jarring/ menyergap hatimu/ yang selalu tersenyum padaku.//
Secara metafora, Rendra menggambarkan keindahan “Narti” sebagai putri duyung dengan segala pesona yang ada. Seperti terlihat dalam bait berikut. // Engkau adalah putri duyung/ tawananku./ Putri duyung dengan suara merdu lembut/ bagai angin laut,/ mendesahlah bagiku!/ Angin mendesah/ selalu mendesah/ dengan ratapnya yang merdu. / Engkau adalah putri duyung/ tergolek lemas/ mengejap-ngejapkan matanya yang indah/ dalam jaringku./ Wahai, Putri Duyung,/ aku menjaringmu/ aku melamarmu/
Kutipan di atas menggambarkan kekaguman penyair pada kekasih yang dimetaforiskan seperti putri duyung. Suara putri duyung yang diasosiasikan-personifikasi, seperti angin laut yang mendesah.
Puisi “Surat Cinta” tersebut terdiri atas delapan bait. Tiap bait  terdiri atas baris yang berbeda-beda. Dalam setiap bait terdapat kata yang diawali dengan huruf besar hanya pada kalimat tertentu, untuk menunjukkan kesatuan maknanya. Sajak yang digunakan bebas, artinya tidak berpegang pada pola tertentu. Hal ini jelas, karena bila diperhatikan secara keseluruhan, puisi tersebut bersajak sebagai berikut :
Bait pertama : b-a-b-aa-b-c
Bait kedua : bb-aa-b-e-a-b-c
Bait ketiga : bb-aaaa
Bait keempat : a-c-b-aaa-b-c-aaa
Bait kelima : ccc-bbb-a-b-a
Bait keenam : a-bbbb-a-b-a-bb-cc
Bait ketujuh : ccccc-aa-cc-aa-cccc
Bait kedelapan : bbbb-aaa-b-cc 
 
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa puisi Rendra tersebut sajaknya adalah bebas, karena tidak berpegang pada pola persajakan yang tetap.
Penutup
         Menafsirkan puisi adalah membebaskan imajinasi untuk mengartikan setiap kata-kata yang tertuang sebagai kekuatan yang mempunyai makna dan menangkap pesan yang ingin disampaikan penyairnya. Seperti halnya puisi “Surat Cinta” ini mengandung makna cinta yang dahsyat yang menceritakan perjalanan kisah cinta sang penyair dengan wanita pujaannya (Dik Narti) mulai dari mengagumi, mengutarakan cinta kemudian melamar sampai menikahinya. Dibalut dengan diksi yang sangat cermat, mulai dari urutan kata serta kekuatan magis dari kata-kata tersebut, sehingga menghasilkan puisi yang memiliki keindahan mempesona dengan keromantisannya. Sebuah puisi dengan gaya bahasa yang kuat, permainan bunyi yang rapi, dan metafora yang mempesona dengan penggambaran imaji visual yang membangun keutuhan puisi. Pesan penting dari puisi ini, mengingat begitu dahsyatnya kekuatan cinta, sehingga dalam realitas kehidupan cinta sering kali menjadi pemicu tragedi sosial, maka dari itu penting untuk disadari bahwa cinta memang bermata dua. Artinya seseorang yang sedang dilanda cinta dapat melakukan apa pun demi cintanya.