Analisis Puisi “Surat Cinta” Karya W.S Rendra
Oleh
Ratih Risnawati
Puisi
adalah
salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata, rima, dan irama sebagai
media penyampaian untuk membuahkan ekspresi, ilusi dan imajinasi. Dalam sebuah
puisi, keindahan ilusi, penataan unsur bunyi merupakan gambaran dari gagasan penyairnya.
Begitu pun dengan W.S
Rendra, dalam khazanah puisi
Indonesia mutakhir ia dikenal
sebagai peletak tonggak dua tradisi penting: peletak tradisi puisi-puisi protes
sosial yang lugas dan cerdas berbingkai keindahan bahasa yang terjaga dan juga
dikenal sebagai pelopor baru dunia drama. Rendra tidak jarang membingkai
karya-karyanya dengan aroma cinta yang mempesona.
Dalam menganalisis sebuah puisi
menggunakan pendekatan objektif, sudah tentu unsur intrinsik yang membentuknya
berbeda dengan unsur intrinsik yang membentuk karya sastra prosa. Unsur
intrinsik yang membentuk puisi, di antaranya tema, amanat, diksi, nada dan
suasana, gaya bahasa, pengimajian dan tifografi. Untuk itu, Saya akan
menganalisis puisi “Surat Cinta” yang merupakan salah satu puisi W.S Rendra
yang terkumpul dalam antologi Empat
Kumpulan Sajak tahun 1969.
Surat
Cinta
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur
mainan
anak-anak peri
dunia yang gaib.
Dan angin mendesah
mengeluh dan
mendesah
Wahai, Dik Narti,
aku cinta
kepadamu!
Kutulis surat ini
kala langit
menangis
dan dua ekor
belibis
bercintaan dalam
kolam
bagai dua anak
nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor
serta menggetarkan
bulu-bulunya.
Wahai, Dik Narti,
kupinang kau
menjadi istriku!
Kaki-kaki hujan
yang runcing
menyentuhkan
ujungnya di bumi.
Kaki-kaki cinta
yang tegas
bagai logam berat
gemerlapan
menempuh ke muka
dan tak’kan
kunjung diundurkan.
Selusin malaikat
telah turun
di kala hujan
gerimis.
Di muka kaca
jendela
mereka berkaca dan
mencuci rambutnya
untuk ke pesta.
Wahai, Dik Narti,
dengan pakaian
pengantin yang anggun
bung-bunga serta
keris keramat
aku ingin
membimbingmu ke altar
untuk dikawinkan.
Aku melamarmu.
Kau tahu dari
dulu:
tiada lebih buruk
dan tiada lebih
baik
daripada yang lain
penyair dari
kehidupan sehari-hari,
orang yang bermula
dari kata
kata yang bermula
dari
kehidupan, pikir
dan rasa.
Semangat kehidupan
yang kuat
bagai berjuta-juta
jarum alit
menusuki kulit
langit:
kantong rejeki dan
restu wingit.
Lalu tumpahlah
gerimis.
Angin dan cinta
mendesah dalam
gerimis.
Semangat cintaku
yang kuat
bagai seribu
tangan gaib
menyebarkan seribu
jarring
menyergap hatimu
yang selalu tersenyum
padaku.
Engkau adalah
putri duyung
tawananku.
Putri duyung
dengan suara merdu lembut
bagai angin laut,
mendesahlah
bagiku!
Angin mendesah
selalu mendesah
dengan ratapnya
yang merdu.
Engkau adalah
putri duyung
tergolek lemas
mengejap-ngejapkan
matanya yang indah
dalam jaringku.
Wahai, Putri
Duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
karena langit
gadis manja dan
manis
menangis minta
mainan.
Dua anak lelaki
nakal bersenda gurau dalam selokan
dan langit iri
melihatnya.
Wahai, Dik Narti,
kuingin dikau
menjadi
ibu anak-anakku!
(Empat Kumpulan Sajak, 1969).
Melihat pada setiap bait
demi bait puisi “Surat Cinta” ini dapat ditarik simpulan, Tema puisi ini menceritakan
perjalanan kisah cinta sang penyair dengan wanita pujaannya (Dik Narti) mulai
dari mengagumi, mengutarakan cinta kemudian melamar sampai menikahi. Hal itu
dapat dilihat pada penggalan bait-bait
berikut.
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur
mainan
anak-anak peri
dunia yang gaib.
Dan angin mendesah
mengeluh dan
mendesah
Wahai, Dik Narti,
aku cinta
kepadamu!
.................................
Wahai, Putri
Duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu
Pada bait di atas menggambarkan perasaan cinta yang
kuat penyair kepada Dik Narti, dengan mengutarakan kejujurannya bahwa ia mencintai
Dik Narti. Pada bait selanjutnya menggambarkan bahwa si penyair memilih Dik
Narti dan berniat untuk melamarnya pada kata: /aku menjaringmu/ aku
melamarmu/. Sampai ia ingin menikahi Dik Narti seperti
terlihat pada bait-bait berikut.
Wahai, Dik Narti,
kupinang kau
menjadi istriku!
..............................
Wahai, Dik Narti,
kuingin dikau
menjadi ibu
anak-anakku!
Kutipan
di atas menggambarkan penyair sampai pada menikahi Dik Narti dan berharap Dik
Narti menjadi ibu dari anak-anaknya.
Dalam puisi “Surat Cinta” tersebut jelas tergambar bagaimana
kisah cinta seorang penyair dengan Dik Narti mulai dari awal mengagumi yang
terdapat pada tiap bait puisi, hingga ia menikah yang terdapat pada tiap-tiap
bait dalam puisi tersebut.
Kekuatan cinta tergambar dahsyat
dalam puisi ini, untuk itu Amanat dalam puisi ini adalah karena begitu
dahsyatnya kekuatan cinta, sehingga dalam realitas kehidupan sering kali cinta
menjadi pemicu tragedi sosial, maka dari itu penting untuk disadari bahwa cinta
memang bermata dua.
Diksi yang digunakan
sangat cermat, mulai dari urutan kata serta kekuatan magis dari kata-kata
tersebut, sehingga menghasilkan puisi yang memiliki keindahan mempesona dengan
keromantisannya. Seperti terlihat pada bait-bait berikut.
........................
Engkau adalah
putri duyung
tawananku.
Putri duyung
dengan suara merdu lembut
bagai angin laut,
mendesahlah
bagiku!
Angin mendesah
selalu mendesah
dengan ratapnya
yang merdu.
Engkau adalah
putri duyung
tergolek lemas
mengejap-ngejapkan
matanya yang indah
dalam jaringku.
Wahai, Putri
Duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu
Dari kutipan puisi “Surat Cinta” di atas, menggambarkan
pemilihan diksi yang bersifat konotatif, artinya memiliki kemungkinan kata yang
lebih dari satu. Selain itu pemilihan diksi terlihat romantis yang mampu
memberikan efek keindahan bagi pembaca. Pemilihan diksi yang romantis tersebut sesuai
dengan tema puisi ini, yaitu mengenai perjalanan kisah cinta sang penyair (Rendra)
dengan wanita pujaannya (Dik Narti).
Begitu
pun dengan nada dan suasana dalam puisi
ini, tiap bait-baitnya tergambar dan terasakan betapa besarnya cinta si penyair
terhadap Dik Narti. Dari bait pertama sampai bait terakhir penyair secara lugas
menceritakan bagaimana perasaannya yang mendatangkan kebahagiaan mencintai Dik
Narti.
“Surat Cinta” sebagai pembuka antologi Empat Kumpulan Sajak merupakan sebuah
puisi romantis yang dibungkus dengan gaya bahasa yang kuat, permainan bunyi
yang rapi, dan metafora yang mempesona. Puisi yang diawali dengan larik-larik
yang kental dengan permainan bunyi. Hal ini
dapat terlihat dalam bait pertama: //Kutulis
surat cinta ini/ kala hujan gerimis/
bagai tambur mainan/ anak-anak peri dunia yang gaib./ Dan angin, mendesah/ mengeluh dan mendesah./ Wahai, Dik Narti,/
Kutipan di
atas terlihat menggunakan gaya bahasa personifikasi dan asosiasi dengan citraan
visual yang kental dengan kekuatan berimaji. Hujan gerimis yang secara umum biasanya
mencitrakan keadaan yang kurang menyenangkan, tetapi dalam larik-larik puisi di
atas justru oleh Rendra diasosiasikan sebagai “bunyi tambur mainan” dari
anak-anak peri yang gaib. Diikuti dengan gaya bahasa personifikasi, di mana
angin seolah-olah dapat mendesah dan mengeluh seperti manusia.
Pada bait
kedua, Rendra masih menggunakan gaya bahasa personifikasi dan asosiasi
untuk melukiskan citraan visual (latar peristiwa yang mempesona). Terlihat dalam bait berikut. /kala
langit menangis/ dan dua ekor belibis/
bercintaan dalam kolam/ bagai dua anak nakal/ jenaka dan manis/ mengibaskan ekor/ serta menggetarkan bulu-bulunya/. Mempertajam peristiwa romantik
yang dialami aku lirik dalam puisi ini.
Pada bait ketiga,
dipersonifikasi-asosiasikan sebagai makhluk hidup yang memiliki kaki-kaki yang
tegas seperti logam berat gemerlapan: //Kaki-kaki hujan yang runcing menyentuhkan
ujungnya dibumi./ Kaki-kaki cinta
yang tegas/ bagai logam berat
gemerlapan/ menempuh ke muka/ dan tak’kan kunjung diundurkan.//
Pada bait keempat tergambar
gaya bahasa hiperbola. Kekuatan cinta aku lirik telah direstui oleh malaikat
yang berjumlah lusinan. Hal ini terlihat dalam kutipan bait berikut.
Selusin malaikat
telah turun
di kala hujan
gerimis.
Di muka kaca
jendela
mereka berkaca dan
mencuci rambutnya
untuk ke pesta.
Wahai, Dik Narti,
dengan pakaian
pengantin yang anggun
bunga-bunga serta keris
keramat
aku ingin
membimbingmu ke altar
untuk
dikawinkan.
Kutipan di atas menggambarkan kekuatan cinta aku lirik
dilebih-lebihkan seolah disaksikan oleh lusinan malaikat yang siap mengiring
pesta perkawinan dan dituntun kekasihnya ke langit untuk menjalankan perkawinan
suci.
Demikian juga pada bait keenam tergambar gaya bahasa
metafora-hiperbola. Kekuatan cinta yang dapat mengalirkan semangat kehidupan
yang kuat mampu mengirimkan berjuta jarum ke langit sehingga melahirkan hujan
sebagai pertanda restu langit yang suci. Terlihat dalam kutipan bait berikut.
// Semangat kehidupan yang kuat/ bagai berjuta-juta jarum alit/ menusuki kulit langit:/ kantong rejeki dan restu wingit./ Lalu tumpahlah gerimis./ Angin dan cinta/ mendesah dalam gerimis./ Semangat
cintaku yang kuat/ bagai seribu
tangan gaib/ menyebarkan seribu
jarring/ menyergap hatimu/ yang selalu tersenyum padaku.//
Secara metafora, Rendra menggambarkan keindahan
“Narti” sebagai putri duyung dengan segala pesona yang ada. Seperti terlihat
dalam bait berikut. // Engkau adalah
putri duyung/ tawananku./ Putri duyung dengan suara merdu lembut/ bagai angin laut,/ mendesahlah bagiku!/ Angin
mendesah/ selalu mendesah/ dengan ratapnya yang merdu. / Engkau adalah putri duyung/ tergolek lemas/ mengejap-ngejapkan matanya yang indah/ dalam jaringku./ Wahai, Putri
Duyung,/ aku menjaringmu/ aku melamarmu/
Kutipan di atas menggambarkan kekaguman penyair pada
kekasih yang dimetaforiskan seperti putri duyung. Suara putri duyung yang
diasosiasikan-personifikasi, seperti angin laut yang mendesah.
Puisi “Surat Cinta” tersebut terdiri atas delapan
bait. Tiap bait terdiri atas baris yang
berbeda-beda. Dalam setiap bait terdapat kata yang diawali dengan huruf besar
hanya pada kalimat tertentu, untuk menunjukkan kesatuan maknanya. Sajak yang digunakan bebas, artinya tidak berpegang pada pola tertentu. Hal
ini jelas, karena bila diperhatikan secara keseluruhan, puisi tersebut bersajak
sebagai berikut :
Bait pertama : b-a-b-aa-b-c
Bait kedua : bb-aa-b-e-a-b-c
Bait ketiga : bb-aaaa
Bait keempat : a-c-b-aaa-b-c-aaa
Bait kelima : ccc-bbb-a-b-a
Bait keenam : a-bbbb-a-b-a-bb-cc
Bait ketujuh : ccccc-aa-cc-aa-cccc
Bait kedelapan : bbbb-aaa-b-cc
Dengan
demikian dapat dikatakan, bahwa puisi Rendra tersebut sajaknya adalah bebas, karena tidak berpegang pada
pola persajakan yang tetap.
Penutup
Menafsirkan
puisi adalah membebaskan imajinasi untuk mengartikan setiap kata-kata yang
tertuang sebagai kekuatan yang mempunyai makna dan menangkap pesan yang ingin
disampaikan penyairnya. Seperti halnya puisi “Surat Cinta” ini mengandung makna
cinta yang dahsyat yang menceritakan perjalanan kisah cinta sang penyair
dengan wanita pujaannya (Dik Narti) mulai dari mengagumi, mengutarakan cinta
kemudian melamar sampai menikahinya. Dibalut dengan diksi yang sangat cermat, mulai dari urutan kata serta
kekuatan magis dari kata-kata tersebut, sehingga menghasilkan puisi yang
memiliki keindahan mempesona dengan keromantisannya. Sebuah puisi dengan gaya bahasa yang
kuat, permainan bunyi yang rapi, dan metafora yang mempesona dengan penggambaran
imaji visual yang membangun keutuhan puisi. Pesan penting dari puisi ini,
mengingat begitu dahsyatnya kekuatan cinta, sehingga dalam realitas kehidupan
cinta sering kali menjadi pemicu tragedi sosial, maka dari itu penting untuk
disadari bahwa cinta memang bermata dua. Artinya seseorang yang sedang dilanda
cinta dapat melakukan apa pun demi cintanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar