Powered By Blogger

Kamis, 20 Agustus 2015

"Surat Cinta" Karya W.S Rendra (analisis puisi)



Analisis Puisi “Surat Cinta” Karya W.S Rendra
Oleh
Ratih Risnawati

Puisi adalah salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata, rima, dan irama sebagai media penyampaian untuk membuahkan ekspresi, ilusi dan imajinasi. Dalam sebuah puisi, keindahan ilusi, penataan unsur bunyi  merupakan gambaran dari gagasan penyairnya.
Begitu pun dengan W.S Rendra, dalam khazanah puisi Indonesia mutakhir ia dikenal sebagai peletak tonggak dua tradisi penting: peletak tradisi puisi-puisi protes sosial yang lugas dan cerdas berbingkai keindahan bahasa yang terjaga dan juga dikenal sebagai pelopor baru dunia drama. Rendra tidak jarang membingkai karya-karyanya dengan aroma cinta yang mempesona.
Dalam menganalisis sebuah puisi menggunakan pendekatan objektif, sudah tentu unsur intrinsik yang membentuknya berbeda dengan unsur intrinsik yang membentuk karya sastra prosa. Unsur intrinsik yang membentuk puisi, di antaranya tema, amanat, diksi, nada dan suasana, gaya bahasa, pengimajian dan tifografi. Untuk itu, Saya akan menganalisis puisi “Surat Cinta” yang merupakan salah satu puisi W.S Rendra yang terkumpul dalam antologi Empat Kumpulan Sajak tahun 1969.
Surat Cinta
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur mainan
anak-anak peri dunia yang gaib.
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah
Wahai, Dik Narti,
aku cinta kepadamu!
                                 
Kutulis surat ini
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan dalam kolam
bagai dua anak nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor
serta menggetarkan bulu-bulunya.
Wahai, Dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku!

Kaki-kaki hujan yang runcing
menyentuhkan ujungnya di bumi.
Kaki-kaki cinta yang tegas
bagai logam berat gemerlapan
menempuh ke muka
dan tak’kan kunjung diundurkan.

Selusin malaikat
telah turun
di kala hujan gerimis.
Di muka kaca jendela
mereka berkaca dan mencuci rambutnya
untuk ke pesta.
Wahai, Dik Narti,
dengan pakaian pengantin yang anggun
bung-bunga serta keris keramat
aku ingin membimbingmu ke altar
untuk dikawinkan.

Aku melamarmu.
Kau tahu dari dulu:
tiada lebih buruk
dan tiada lebih baik
daripada yang lain
penyair dari kehidupan sehari-hari,
orang yang bermula dari kata
kata yang bermula dari
kehidupan, pikir dan rasa.



Semangat kehidupan yang kuat
bagai berjuta-juta jarum alit
menusuki kulit langit:
kantong rejeki dan restu wingit.
Lalu tumpahlah gerimis.
Angin dan cinta
mendesah dalam gerimis.
Semangat cintaku yang kuat
bagai seribu tangan gaib
menyebarkan seribu jarring
menyergap hatimu
yang selalu tersenyum padaku.

Engkau adalah putri duyung
tawananku.
Putri duyung dengan suara merdu lembut
bagai angin laut,
mendesahlah bagiku!
Angin mendesah
selalu mendesah
dengan ratapnya yang merdu.
Engkau adalah putri duyung
tergolek lemas
mengejap-ngejapkan matanya yang indah
dalam jaringku.
Wahai, Putri Duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
karena langit
gadis manja dan manis
menangis minta mainan.
Dua anak lelaki nakal bersenda gurau dalam selokan
dan langit iri melihatnya.
Wahai, Dik Narti,
kuingin dikau
menjadi ibu anak-anakku!
(Empat Kumpulan Sajak, 1969). 

Melihat pada setiap bait demi bait puisi “Surat Cinta” ini dapat ditarik simpulan, Tema puisi ini menceritakan perjalanan kisah cinta sang penyair dengan wanita pujaannya (Dik Narti) mulai dari mengagumi, mengutarakan cinta kemudian melamar sampai menikahi. Hal itu dapat dilihat pada penggalan bait-bait  berikut.
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur mainan
anak-anak peri dunia yang gaib.
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah
Wahai, Dik Narti,
aku cinta kepadamu!
.................................
Wahai, Putri Duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu
Pada bait di atas menggambarkan perasaan cinta yang kuat penyair kepada Dik Narti, dengan mengutarakan kejujurannya bahwa ia mencintai Dik Narti. Pada bait selanjutnya menggambarkan bahwa si penyair memilih Dik Narti dan berniat untuk melamarnya pada kata: /aku menjaringmu/ aku melamarmu/. Sampai ia ingin menikahi Dik Narti seperti terlihat pada bait-bait berikut.
Wahai, Dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku!
..............................
Wahai, Dik Narti,
kuingin dikau
menjadi ibu anak-anakku!
Kutipan di atas menggambarkan penyair sampai pada menikahi Dik Narti dan berharap Dik Narti menjadi ibu dari anak-anaknya.
Dalam puisi “Surat Cinta” tersebut jelas tergambar bagaimana kisah cinta seorang penyair dengan Dik Narti mulai dari awal mengagumi yang terdapat pada tiap bait puisi, hingga ia menikah yang terdapat pada tiap-tiap bait dalam puisi tersebut.
Kekuatan cinta tergambar dahsyat dalam puisi ini, untuk itu Amanat dalam puisi ini adalah karena begitu dahsyatnya kekuatan cinta, sehingga dalam realitas kehidupan sering kali cinta menjadi pemicu tragedi sosial, maka dari itu penting untuk disadari bahwa cinta memang bermata dua.  
Diksi yang digunakan sangat cermat, mulai dari urutan kata serta kekuatan magis dari kata-kata tersebut, sehingga menghasilkan puisi yang memiliki keindahan mempesona dengan keromantisannya. Seperti terlihat pada bait-bait berikut.
........................
Engkau adalah putri duyung
tawananku.
Putri duyung dengan suara merdu lembut
bagai angin laut,
mendesahlah bagiku!
Angin mendesah
selalu mendesah
dengan ratapnya yang merdu.
Engkau adalah putri duyung
tergolek lemas
mengejap-ngejapkan matanya yang indah
dalam jaringku.
Wahai, Putri Duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu
Dari kutipan puisi “Surat Cinta” di atas, menggambarkan pemilihan diksi yang bersifat konotatif, artinya memiliki kemungkinan kata yang lebih dari satu. Selain itu pemilihan diksi terlihat romantis yang mampu memberikan efek keindahan bagi pembaca. Pemilihan diksi yang romantis tersebut sesuai dengan tema puisi ini, yaitu mengenai perjalanan kisah cinta sang penyair (Rendra) dengan wanita pujaannya (Dik Narti).
            Begitu pun dengan nada dan suasana dalam puisi ini, tiap bait-baitnya tergambar dan terasakan betapa besarnya cinta si penyair terhadap Dik Narti. Dari bait pertama sampai bait terakhir penyair secara lugas menceritakan bagaimana perasaannya yang mendatangkan kebahagiaan mencintai Dik Narti.
            “Surat Cinta” sebagai pembuka antologi Empat Kumpulan Sajak merupakan sebuah puisi romantis yang dibungkus dengan gaya bahasa yang kuat, permainan bunyi yang rapi, dan metafora yang mempesona. Puisi yang diawali dengan larik-larik yang kental dengan permainan bunyi. Hal ini dapat terlihat dalam bait pertama: //Kutulis surat cinta ini/ kala hujan gerimis/ bagai tambur mainan/ anak-anak peri dunia yang gaib./ Dan angin, mendesah/ mengeluh dan mendesah./ Wahai, Dik Narti,/
Kutipan di atas terlihat menggunakan gaya bahasa personifikasi dan asosiasi dengan citraan visual yang kental dengan kekuatan berimaji. Hujan gerimis yang secara umum biasanya mencitrakan keadaan yang kurang menyenangkan, tetapi dalam larik-larik puisi di atas justru oleh Rendra diasosiasikan sebagai “bunyi tambur mainan” dari anak-anak peri yang gaib. Diikuti dengan gaya bahasa personifikasi, di mana angin seolah-olah dapat mendesah dan mengeluh seperti manusia.
Pada bait kedua, Rendra masih menggunakan gaya bahasa personifikasi dan asosiasi untuk melukiskan citraan visual (latar peristiwa yang mempesona). Terlihat dalam bait berikut. /kala langit menangis/ dan dua ekor belibis/ bercintaan dalam kolam/ bagai dua anak nakal/ jenaka dan manis/ mengibaskan ekor/ serta menggetarkan bulu-bulunya/. Mempertajam peristiwa romantik yang dialami aku lirik dalam puisi ini.
Pada bait ketiga, dipersonifikasi-asosiasikan sebagai makhluk hidup yang memiliki kaki-kaki yang tegas seperti logam berat gemerlapan: //Kaki-kaki hujan yang runcing menyentuhkan ujungnya dibumi./ Kaki-kaki cinta yang tegas/ bagai logam berat gemerlapan/ menempuh ke muka/ dan tak’kan kunjung diundurkan.//
Pada bait keempat tergambar gaya bahasa hiperbola. Kekuatan cinta aku lirik telah direstui oleh malaikat yang berjumlah lusinan. Hal ini terlihat dalam kutipan bait berikut.
Selusin malaikat
telah turun
di kala hujan gerimis.
Di muka kaca jendela
mereka berkaca dan mencuci rambutnya
untuk ke pesta.
Wahai, Dik Narti,
dengan pakaian pengantin yang anggun
bunga-bunga serta keris keramat
aku ingin membimbingmu ke altar
untuk dikawinkan.                            
Kutipan di atas menggambarkan kekuatan cinta aku lirik dilebih-lebihkan seolah disaksikan oleh lusinan malaikat yang siap mengiring pesta perkawinan dan dituntun kekasihnya ke langit untuk menjalankan perkawinan suci.
Demikian juga pada bait keenam tergambar gaya bahasa metafora-hiperbola. Kekuatan cinta yang dapat mengalirkan semangat kehidupan yang kuat mampu mengirimkan berjuta jarum ke langit sehingga melahirkan hujan sebagai pertanda restu langit yang suci. Terlihat dalam kutipan bait berikut. // Semangat kehidupan yang kuat/ bagai berjuta-juta jarum alit/ menusuki kulit langit:/ kantong rejeki dan restu wingit./ Lalu tumpahlah gerimis./ Angin dan cinta/ mendesah dalam gerimis./ Semangat cintaku yang kuat/ bagai seribu tangan gaib/ menyebarkan seribu jarring/ menyergap hatimu/ yang selalu tersenyum padaku.//
Secara metafora, Rendra menggambarkan keindahan “Narti” sebagai putri duyung dengan segala pesona yang ada. Seperti terlihat dalam bait berikut. // Engkau adalah putri duyung/ tawananku./ Putri duyung dengan suara merdu lembut/ bagai angin laut,/ mendesahlah bagiku!/ Angin mendesah/ selalu mendesah/ dengan ratapnya yang merdu. / Engkau adalah putri duyung/ tergolek lemas/ mengejap-ngejapkan matanya yang indah/ dalam jaringku./ Wahai, Putri Duyung,/ aku menjaringmu/ aku melamarmu/
Kutipan di atas menggambarkan kekaguman penyair pada kekasih yang dimetaforiskan seperti putri duyung. Suara putri duyung yang diasosiasikan-personifikasi, seperti angin laut yang mendesah.
Puisi “Surat Cinta” tersebut terdiri atas delapan bait. Tiap bait  terdiri atas baris yang berbeda-beda. Dalam setiap bait terdapat kata yang diawali dengan huruf besar hanya pada kalimat tertentu, untuk menunjukkan kesatuan maknanya. Sajak yang digunakan bebas, artinya tidak berpegang pada pola tertentu. Hal ini jelas, karena bila diperhatikan secara keseluruhan, puisi tersebut bersajak sebagai berikut :
Bait pertama : b-a-b-aa-b-c
Bait kedua : bb-aa-b-e-a-b-c
Bait ketiga : bb-aaaa
Bait keempat : a-c-b-aaa-b-c-aaa
Bait kelima : ccc-bbb-a-b-a
Bait keenam : a-bbbb-a-b-a-bb-cc
Bait ketujuh : ccccc-aa-cc-aa-cccc
Bait kedelapan : bbbb-aaa-b-cc 
 
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa puisi Rendra tersebut sajaknya adalah bebas, karena tidak berpegang pada pola persajakan yang tetap.
Penutup
         Menafsirkan puisi adalah membebaskan imajinasi untuk mengartikan setiap kata-kata yang tertuang sebagai kekuatan yang mempunyai makna dan menangkap pesan yang ingin disampaikan penyairnya. Seperti halnya puisi “Surat Cinta” ini mengandung makna cinta yang dahsyat yang menceritakan perjalanan kisah cinta sang penyair dengan wanita pujaannya (Dik Narti) mulai dari mengagumi, mengutarakan cinta kemudian melamar sampai menikahinya. Dibalut dengan diksi yang sangat cermat, mulai dari urutan kata serta kekuatan magis dari kata-kata tersebut, sehingga menghasilkan puisi yang memiliki keindahan mempesona dengan keromantisannya. Sebuah puisi dengan gaya bahasa yang kuat, permainan bunyi yang rapi, dan metafora yang mempesona dengan penggambaran imaji visual yang membangun keutuhan puisi. Pesan penting dari puisi ini, mengingat begitu dahsyatnya kekuatan cinta, sehingga dalam realitas kehidupan cinta sering kali menjadi pemicu tragedi sosial, maka dari itu penting untuk disadari bahwa cinta memang bermata dua. Artinya seseorang yang sedang dilanda cinta dapat melakukan apa pun demi cintanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar