Judul buku :
Laki-laki dan Mesiu
Penulis :
Trisnoyuwono
Penerbit :
Grasindo
Tahun terbit :
1994
Tebal : 114
Trisnoyuwono
dilahirkan di Yogyakarta, 12 November 1925. Tamatan SMA tahun 1947 ini pernah
menjadi anggota: Pasukan 40 Tentara Rakyat Mataram di Yogya (1955), Corps
Mahasiswa dan bertugas di Magelang dan Jombang (1947-48), dan TNI Divisi
Siliwangi (1950-53).[1]
Trisnoyuwono adalah seorang pasukan militer. Setelah pada tahun 1953 ia bebas
tugas dari kemiliteran, ia kemudian terjun ke dunia kewartawanan dan
penerbitan, di “Trio”, “Aneka”, “Berita Minggu”.[2] Ia
mulai mengarang sajak-sajak tapi gagal. Kemudian cerpen-cerpen, tapi hanya
terbatas pada majalah-majalah ringan seperti Aneka, Nasional. Pada tahun
1954-1956, mulai menghasilkan cerpen-cerpen sastra di majalah-majalah.[3] Cerita
pendeknya mulai muncul dalam majalah-majalah sastra sejak tahun 1955. Laki-Laki dan Mesiu adalah buku kumpulan
cerita pendeknya yang pertama, dan terbit pertama kali pada 1957. Untuk itu ia
mendapat hadiah sastra nasional dari BMKN tahun 1957-1958. Isinya berupa kisah
revolusi yang kebanyakan berdasarkan pengalamannya sendiri. Kumpulan cerita
pendeknya yang kedua berjudul Angin Laut
(1958) dan yang berikutnya berjudul Di
Medan Perang (1961), Kisah-Kisah
Revolusi (1965).[4]
Karya
sastra diciptakan dari proses kreatif seorang penulis. Pada dasarnya karya
sastra merupakan hasil pemikiran penulis yang dituangkan dalam bentuk citra
atau imaji. Karya sastra adalah fiksi. Ia hanya meminjam pengalaman penghayatan
empiris pembacanya, untuk menyampaikan pemikirannya. Begitupun dengan antologi Trisnoyuwono
Laki-laki dan Mesiu, sepuluh cerpennya
merupakan kisah dari perjalanan yang pernah dialami dan dirasakan oleh
pengarangnya yang dituangkan dalam sebuah tulisan, hingga menghasilkan sepuluh
cerpen.
Kesepuluh
cerpen Trisno ini, mengisahkan pengalaman-pengalaman hidupnya selama zaman
revolusi dan zaman awal tahun 1950-an, baik pengalaman hidupnya sendiri maupun
pengalaman hidup orang lain. Gaya penulisan yang digunakan Trisno, yaitu
empiris. Berdasarkan pengalamannya, sehingga bahasa dalam cerpen-cerpennya
mudah dipahami dan kontekstual dengan zamannya. Selain itu, cerpen-cerpennya
pun menarik karena ia menggambarkan manusia dalam situasinya lengkap dengan
ketakutan, nafsu birahi, kelemahan dan kekuatannya.
Diawali dengan cerpen Tinggul, yaitu mengisahkan tindakan
semaunya sendiri dan semena-mena dalam mengambil keputusan yang dilakukan Kapten
Komandan Kompi terhadap tahanan Tinggul. Terlihat dalam kutipan berikut.
“Kep,
tahanan dibawa ke mana, Kep?
“Ha...?!
Ke S.! Kalau ada yang tanya bilang saja dibawa ke CPM,” jawabnya seenaknya,
agak kaki.
........Terpaku aku! Sungguh tidak masuk akal apa yang
diperbuat Kapten. Semua proses perbal itu di pojok kanannya bertanda silang
merah![5]
Secara
sepihak Kapten Komandan Kompi memutuskan untuk memberi hukuman mati pada
tahanan gerombolan termasuk si Tinggul.
Cerpen
selanjutnya, Kopral Tohir, Restoran, dan Rancah mengisahkan bagaimana pembawaan diri seorang pemimpin dalam
menghadapi bawahannya. Terlihat dalam kutipan cerpen Kopral Tohir berikut. “Kamu sebetulnya baik, kamu bisa jadi kopral
yang baik. Saya tidak suka kamu sampai kamu dihukum berpuluh tahun. Saya tidak
suka kamu sampai dihukum mati. Ibumu sudah tua, ia butuh bantuanmu.”[6]
Terlihat sikap pembawaan diri dari seorang pemimpin yang berwibawa dalam
menghadapi bawahannya yang salah. Tidak langsung memberikan hukuman mati,
melainkan memaklumi bawahannya. Dalam cerpen Restoran pun tergambar dalam kutipan berikut.
“Mayor
marah...”
“Sekarang
tidak lagi, dan...”
“Saya
banyak menyusahkan, Mayor...”
“Dullah, aku minta maaf...”[7]
Terlihat
dalam kutipan di atas disaat anak buah dari Mayor menipunya, Mayor marah dan
memukulinya, tetapi setelah itu ia meminta maaf pada bawahannya itu. Sudut
pandang yang digunakan dalam setiap cerpen-cerpennya adalah akuan. Setiap
ceritanya kental dengan kemiliteran. Karena dahulunya Trisnoyuwono adalah
seorang Mayor, yang kemudian selepas bebas dari jabatannya, ia mulai menulis
cerpen-cerpen.
[1] Trianoyuwono. Laki-laki Dan Mesiu. (Jakarta: Grasindo,
1994), hlm. 114
[2] No name. “Redaktur dan
Wartawan”. Pusat Dokumentasi Sastra H.B Jassin. Majalah “Varia” Th.III no.121,
10 Agustus 1960.
[3] Kiki, Ajie. SMA Negeri III
Jakarta. “Trisnoyuwono” dalam Pusat Dokumentasi Sastra H.B Jassin, Jakarta 26
Juni 1971
[4] Trianoyuwono. Laki-laki Dan Mesiu. (Jakarta: Grasindo,
1994), hlm. 114
[5] Trisnoyuwono. Laki-laki dan Mesin. (Jakarta: Grasindo,
1994), hlm. 12
[6] Trisnoyuwono. Laki-laki dan Mesin. (Jakarta: Grasindo,
1994), hlm. 23
[7] Trisnoyuwono. Laki-laki dan Mesin. (Jakarta: Grasindo,
1994), hlm. 53